Negara Kepulauan Indonesia yang mencakup lebih dari 17,000 pulau, terbentang dari Sabang hingga Merauke, memiliki kekayaan dan keragaman budaya dipelihara selama berabad-abad oleh masing-masing suku di Indonesia, dan diteruskan dari generasi ke generasi. Kekayaan budaya, serta keindahan alam khatulistiwa tersebut, sayangnya belum banyak diketahui oleh masyarakat umum di Skotlandia, Inggris, khususnya di kota Aberdeen. Dibandingkan dengan Malaysia atau India, sebagian besar masyarakat Aberdeen masih belum akrab dengan informasi terkait Indonesia, meskipun jika mereka mendengar nama “Bali”, akan segera terucap “Ooh, Bali, yes, I know/have heard/been there…” (“Ooh, Bali, ya, saya tahu/pernah dengar/pernah kesana..”).
“Aberdeen merupakan salah satu kota terbesar di Skotlandia dan merupakan kota minyak yang penting perannya di benua Eropa, sehingga bisa dikatakan, meskipun tidak terlalu besar, namun kota Aberdeen sangat multikultural. Dalam 10 tahun terakhir ini, setiap tahun mahasiswa Indonesia datang untuk belajar di Aberdeen, baik di University of Aberdeen atau di Robert Gordon University. Sebagian besar belajar di bidang minyak dan gas, namun banyak juga yang belajar di bidang lain seperti sastra Inggris, ilmu alam, bisnis dan ekonomi, serta hukum. Saat ini jumlah mahasiswa Indonesia di Aberdeen mencapai sekitar 60 orang, terdiri dari mahasiswa undergraduate (S1) dan graduate (S2 dan S3)” ujar Reza Aulia Bastari, Ketua Persatuan Pelajar Indonesia Aberdeen (PPIA) periode tahun 2017-2018.
Berawal dari keinginan untuk mempromosikan budaya dan wisata Indonesia, sejak tahun 2014 Persatuan Pelajar Indonesia Aberdeen bekerja sama dengan komunitas warga Indonesia di Aberdeen menyelenggarakan acara budaya yang diberi nama “Wonderful Indonesia”. Acara tersebut juga dilengkapi dengan bazaar makanan dan souvenir khas Indonesia, untuk memperkenalkan betapa kayanya ragam kuliner Indonesia yang lezat, tidak kalah dengan cita rasa kuliner India atau Malaysia yang selama ini lebih akrab di lidah masyarakat Aberdeen.
Pada tahun 2018, acara serupa kembali digelar oleh PPIA bekerjasama dengan Warga Indonesia yang tergabung dalam The Indonesian – Scotland Society (TISS) di Aberdeen dan sekitarnya. Meskipun visi, misi dan garis besar rangkaian acara sama dengan tahun-tahun sebelumnya, namun, acara tahun ini sedikit berbeda dari sisi penyelenggaraan. Terdorong untuk memadukan upaya promosi wisata, budaya, kuliner dan seni Indonesia di Skotlandia, tiga region Persatuan Pelajar Indonesia yaitu di Edinburgh, Glasgow dan Aberdeen bersepakat untuk menjadikan acara kultural tahunan ini dalam format rangkaian acara di tiga kota bertajuk “Festival Indonesia 2018”, dengan acara puncak di kota Edinburgh sebagai ibukota Skotlandia. Masing-masing kota menggusung tema utama yang berbeda, di mana Glasgow bertemakan Food Bazaar, dan Aberdeen bertemakan Cultural Show. Kedua acara di Glasgow dan Aberdeen merupakan pre-event menuju acara puncak Festival Indonesia di Edinburgh pada hari Sabtu, tanggal 24 Maret 2018.
Khusus untuk acara di Aberdeen, tema pertunjukan seni, budaya dan kuliner Indonesia diusung dengan judul “Indonesian Cultural Show 2018” atau ICS 2018. Acara dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 17 Maret 2018, bertempat di Seaton Primary School and CEC, Aberdeen, dari pukul 11.30 hingga pukul 16.00. Acara dibuka dengan bazaar makanan dan souvenir khas Indonesia, di mana sekitar 20% hasil penjualan dari bazaar tersebut akan disumbangkan untuk membantu pendidikan anak-anak di Pulau Banda Neira dan juga untuk mendukung upaya konservasi hutan di Indonesia. Dalam acara ini ditampilkan tari khas Indonesia yaitu Tari Mambri dari Papua, Tari Saman dari Aceh, Tari Enggang dari Kalimantan, Tari Janger dari Bali, Tari Manuk Dadali dari Jawa Barat, dan Tari Poco-poco dari Sulawesi. Musikal angklung menyajikan lagu Manuk Dadali, I’m Gonna Be (500 Miles), dan Auld Lang Syne. Selain Pertunjukan tari dan musik, ICS 2018 dilengkapi dengan fashion show yang memperagakan ragam baju pengantin adat dari berbagai daerah di Indonesia.






Selaku yang diamanahkan untuk menjadi Ketua Indonesian Cultural Show 2018 di Aberdeen, saya menjelaskan bahwa ide dan pemilihan materi acara dimaksudkan untuk memperkenalkan dan menyampaikan pesan-pesan budaya dan sosial bangsa Indonesia kepada masyarakat internasional di Aberdeen. Tarian dan lagu yang dipertunjukkan dalam ICS 2018 dipilih dengan maksud untuk memperkenalkan daerah-daerah di Indonesia yang tidak sepopuler Bali, dan kami ingin menunjukkan bahwa dengan keragaman budaya dan seni yang luar biasa serta suku yang berbeda-beda, namun keragaman dan perbedaan tersebut justru yang menjadikan Indonesia kuat dan unik, serta memiliki jati diri yang khas. Pertunjukan angklung memainkan lagu Auld Lang Syne dan I’m Gonna Be (500 Miles) yang sangat populer di Skotlandia karena digubah oleh Robert Burns dan The Proclaimers yang berasal dari Skotlandia, dan kami ingin memperkenalkan bahwa angklung yang merupakan alat musik sederhana dari bambu dapat digunakan untuk mengiringi lagu khas Skotlandia. Hal itu juga untuk mempererat hubungan masyarakat Indonesia dan Skotlandia, sebagai salah satu jembatan untuk menyatukan dua budaya. Kemudian, fashion show diperagakan oleh para mahasiswa dan komunitas internasional, yang membuat pertunjukan ini unik sekaligus mengajak mereka mengetahui budaya Indonesia dan secara langsung merasakan pengalaman berinteraksi dalam kultur Indonesia. Sedangkan bazaar makanan dan souvenir Indonesia, menjadi salah satu cara agar pengunjung dapat merasakan langsung cita rasa Indonesia melalui makanan dan hasil kerajinan. Selain itu, melalui pengumpulan bantuan dana, kami juga ingin memberikan sumbangsih sosial bagi saudara-saudara kami yang ada di Indonesia dari acara ICS 2018 ini.
Meskipun pada hari H, berkat efek dari “The Beast from the East” seri 2, cuaca di Aberdeen bersalju serta berangin kencang, dan suhu turun hingga 1 derajat Celcius, namun tidak mengurangi minat para pengunjung untuk datang ke ICS 2018. Sekitar 300 pengunjung memadati venue acara, mencicipi makanan khas Indonesia seperti soto, bakso, sate, nasi padang, lemper, combro dan masih banyak lagi, hingga kopi dan teh khas Indonesia. Pengunjung yang beruntung memperoleh door prize berupa voucher menginap di Bali dan belanja di pusat pertokoan kota Aberdeen, dan di penghujung acara, mereka diajak bergoyang tari Poco-poco.
“Acara ini sangat fantastis dan menarik. Saya sangat menikmati semua pertunjukan yang ada, dan menikmati makanan yang lezat di bazaar,” kesan Karen Mustin, salah satu pengunjung warga Inggris yang merupakan staf post doctoral di University of Aberdeen. Seorang teman mahasiswa dari Turki yang tidak sempat hadir namun mengetahui event ini dari foto-foto acara yang ditunjukkan temannya, menyatakan sangat antusias untuk turut membantu memperagakan salah satu baju daerah Indonesia pada acara budaya berikutnya. Sebagian besar pengunjung menyatakan puas dengan acara ini dan berharap agar tahun depan diadakan acara serupa lagi.
Aye, chì mi thu a-rithist an ath-bhliadhna* (Ya, sampai ketemu lagi tahun depan).

*Bahasa Scottish Gaelic
Ditulis oleh Sri Mulyati, PhD student in Conservation Sciences, Ketua Indonesian Cultural Show 2018
Foto headline: Ben dan Ezgi, mahasiswa PhD dari Jerman dan Turki, memperagakan baju daerah Sulawesi Selatan
Video Indonesian Cultural Show 2018 dapat ditonton di sini.